Manajemen Risiko dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Perusahaan Konstruksi
Manajemen Risiko dalam Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pada Perusahaan Konstruksi
By. Afis pasita, Asrif
yanto, Emmi fauzianti, Irna pebrindo & Jesisca sonya
Pendahuluan
Perusahaan Jasa Konstruksi Menurut Porter (1980) perusahaan adalah sekumpulan kegiatan yang dilaksanakan untuk merancang, memasarkan, mengantarkan, dan mendukung produknya. Tujuan suatu perusahaan adalah mempertahankan kelangsungan hidup, melakukan pertumbuhan, serta meningkatkan profitabilitas.
Tiga tujuan tersebut merupakan pedoman arah strategis semua organisasi bisnis. Perusahaan yang tidak mampu bertahan hidup tidak akan mampu memberi harapan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Perusahaan yang kompetitif diindikasikan dengan adanya sumber daya manusia yang mempunyai keterampilan dan kecakapan kerja yang baik dan inovatif, sehingga perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam persaingan bebas. Selain itu harus mempertimbangkan kualitas kerja, memiliki kecepatan, menghasilkan produk yang efisien serta memperhatikan kepuasan pelanggan.
Industri konstruksi merupakan suatu jenis Industri yang dapat dijadikan indikasi pergerakan roda ekonomi bersama dengan industry-industri yang lain. Industri konstruksi mempunyai sifat-sifat antara lain :
1.Berorientasi pada tenaga kerja
2.Cenderung komplek, banyak pihak yang terlibat
3.Jangka waktu pendek
4.Setiap proyek adalah unik
5.Dibangun dilapangan dan banyak dipengaruhi lingkungan sekitar
6.Banyak dipengaruhi oleh lokasi dan budaya setempat
7.Sering terjadi permintaan perubahan
Selain itu industri konstruksi mempunyai karakteristik yang membedakannya dengan industri lain, yaitu :
Perusahaan Jasa Konstruksi Menurut Porter (1980) perusahaan adalah sekumpulan kegiatan yang dilaksanakan untuk merancang, memasarkan, mengantarkan, dan mendukung produknya. Tujuan suatu perusahaan adalah mempertahankan kelangsungan hidup, melakukan pertumbuhan, serta meningkatkan profitabilitas.
Tiga tujuan tersebut merupakan pedoman arah strategis semua organisasi bisnis. Perusahaan yang tidak mampu bertahan hidup tidak akan mampu memberi harapan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Perusahaan yang kompetitif diindikasikan dengan adanya sumber daya manusia yang mempunyai keterampilan dan kecakapan kerja yang baik dan inovatif, sehingga perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam persaingan bebas. Selain itu harus mempertimbangkan kualitas kerja, memiliki kecepatan, menghasilkan produk yang efisien serta memperhatikan kepuasan pelanggan.
Industri konstruksi merupakan suatu jenis Industri yang dapat dijadikan indikasi pergerakan roda ekonomi bersama dengan industry-industri yang lain. Industri konstruksi mempunyai sifat-sifat antara lain :
1.Berorientasi pada tenaga kerja
2.Cenderung komplek, banyak pihak yang terlibat
3.Jangka waktu pendek
4.Setiap proyek adalah unik
5.Dibangun dilapangan dan banyak dipengaruhi lingkungan sekitar
6.Banyak dipengaruhi oleh lokasi dan budaya setempat
7.Sering terjadi permintaan perubahan
Selain itu industri konstruksi mempunyai karakteristik yang membedakannya dengan industri lain, yaitu :
1.Orang – orang yang terlibat dalam proyek seringkali bekerja secara sementara
2.Tiap proyek adalah unik dan perubahan kondisi mengurangi hasil yang ingin
dicapai dari factor-faktor pendukung yang ada.
3.Keorganisasian bersifat sementara dan sebagai akibatnya tidak ada komitmen
antara klien dan penyedia jasa untuk membangun ketrampilan tenaga kerja dan
proyek.
Industri konstruksi
adalah industri yang mencakup semua pihak yang terkait dengan proses konstruksi
termasuk tenaga profesi, pelaksana konstruksi dan juga para pemasok yang
bersama-sama memenuhi kebutuhan pelaku dalam industri (Hillebrandt 1985).
Dibandingkan dengan industri lain, misalnya industri pabrikan (manufacture),
maka bidang konstruksi mempunyai karakteristik yang sangat spesifik, bahkan
unik. Karakteristik usaha jasa konstruksi terdiri dari :
1. Produk jual sebelum proses produksi dimulai
2. Produk bersifat ”custom-made”
3. Lokasi produk berpindah-pindah
4. Proses produk berlangsung dialam terbuka
5. Penjualan produk dilakukan dialam terbuka
6. Proses produk melibatkan berbagai jenis peralatan berbagai klasifikasi dan
kualifikasi tenaga kerja, serta berbagai tingkatan teknologi
7. Penawaran suatu pekerjaan konstruksi umumnya berdasarkan pengalaman
melaksanakan pekerjaan sejenis
2. Produk bersifat ”custom-made”
3. Lokasi produk berpindah-pindah
4. Proses produk berlangsung dialam terbuka
5. Penjualan produk dilakukan dialam terbuka
6. Proses produk melibatkan berbagai jenis peralatan berbagai klasifikasi dan
kualifikasi tenaga kerja, serta berbagai tingkatan teknologi
7. Penawaran suatu pekerjaan konstruksi umumnya berdasarkan pengalaman
melaksanakan pekerjaan sejenis
Kata jasa konstruksi
bermakna sangat luas, pada umumnya bidang-bidang jasa konstruksi meliputi :
1. Bidang perencanaan (design)
2. Bidang pelaksanaan (construction)
3. Bidang pengawasan (supervision/construction management)
4. Bidang pengelolaan lahan (property management
5. Bidang pengembangan lahan (developer)
2. Bidang pelaksanaan (construction)
3. Bidang pengawasan (supervision/construction management)
4. Bidang pengelolaan lahan (property management
5. Bidang pengembangan lahan (developer)
Identifikasi Bahaya
Pelaksanaan konstruksi mempunyai risiko untung atau rugi yang sangat divergen yang semua baru dapat diketahui pada saat proyek selesai dilaksanakan secara tuntas.
Pelaksanaan konstruksi mempunyai risiko untung atau rugi yang sangat divergen yang semua baru dapat diketahui pada saat proyek selesai dilaksanakan secara tuntas.
Tantangan Masalah
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia proyek
konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat
kematian dibandingkan dengan di negara-negara maju.
Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan konstruksi. Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja di seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan.
Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan konstruksi. Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja di seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan.
identifikasi risiko
tersebut dapat dilihat berdasarkan fakta bahwa :
1.Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi yang mencapai sekitar 4.5 juta
orang,
2.Sebanyak 53% di antaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat
Sekolah Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah
mendapatkan pendidikan formal apapun.
3.Sebagai besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas atau
borongan yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan.
Kenyataan ini tentunya mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya
dilakukan dengan metoda pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai Sistem
Manajemen K3 yang diterapkan pada perusahaan konstruksi
4.Sumber daya manusia yang bersifat sementara selama proyek berlangsung,
5.Proyek bersifat unik karena tidak ada proyek yang sama satu dengan yang lain,
6.Keorganisasian proyek bersifat sementara.
Sifat – sifat dalam
proyek konstruksi ini berpotensi mengakibatkan terjadinya hal – hal yang tidak
diinginkan menjadi resiko. Resiko tersebut ada dalam semua aspek yang
membutuhkan perencanaan dan pengaturan , akan tetapi kompleksitas dan tingkat
risiko dalam tiap-tiap pekerjaan sangat variatif tergantung seberapa besar
pekerjaan dan bidang yang dijalankan. Resiko dan ketidak pastian ada dalam
semua aspek pekerjaan konstruksi tanpa melihat ukuran , kompleksitas, lokasi,
sumber daya , maupun kecepatan konstruksi suatu proyek . Hal yang terpenting
bahwa persepsi terhadap resiko adalah factor kunci dalam membuat keputusan dan
harus diperhitungkan dalam semua prosedur penilaian resiko yang harus dikelola.
Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi
Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi
Industri jasa
konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan
kerja yang cukup tinggi. Berbagai penilaian dapat dilakukan dalam hal penyebab
utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah :
1.Karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik,
2.Lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca,
3.Waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi,
4.Banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih.
5.Manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi.
1.Karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik,
2.Lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca,
3.Waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi,
4.Banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih.
5.Manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi.
Risiko Kecelakaan
Kerja Pada Proyek Konstruksi
Pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi.
Pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi.
Jenis-jenis kecelakaan
kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa tertimbun tanah, tersengat aliran
listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain. Bahaya tertimbun
adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah sampai sebatas
dada saja dapat berakibat kematian. Di samping itu, bahaya longsor dinding
galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba, terutama apabila hujan terjadi pada
malam sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi keesokan harinya. Data
kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia, namun
sebagai perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di
Amerika Serikat yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun
akibat tertimbun longsor dinding galian serta kecelakaan-kecelakaan lainnya
dalam pekerjaan galian.
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di samping dapat mengakibatkan korban jiwa.
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di samping dapat mengakibatkan korban jiwa.
Pengelolaan risiko
Sumber daya manusia didalam organisasi harus dikelola dengan baik, Pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi terdiri dari :
Sumber daya manusia didalam organisasi harus dikelola dengan baik, Pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi terdiri dari :
1.Pengadaan personil
2.Pengembangan personil melalui pelatihan dan pendidikan
3.Pemberian imbalan
4.Integrasi personil kedalam organisasi
5.Pemeliharaan terhadap personil yang ada
6.Pemberhentian personil
2.Pengembangan personil melalui pelatihan dan pendidikan
3.Pemberian imbalan
4.Integrasi personil kedalam organisasi
5.Pemeliharaan terhadap personil yang ada
6.Pemberhentian personil
Langkah-langkah yang
dapat di tempuh dalam menanggulangi kecelakaan kerja di industri :
1. Peraturan Perundang-undangan.
Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejaka awal tahun 1980an pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1980. Adanya ketentuan dan syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku semenjak tahap perencanaan. Penyelenggaraan pengawasan pelaksanaan K3 langsung di tempat kerja.
Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejaka awal tahun 1980an pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1980. Adanya ketentuan dan syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku semenjak tahap perencanaan. Penyelenggaraan pengawasan pelaksanaan K3 langsung di tempat kerja.
2. Standarisasi.
Penyusunan standar tertentu yang bertalian dengan konstruksi dan keadaan yang aman dari peralatan industri, Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau alat pelindung diri. Dengan adanya standar K3 yang baik dan maju akan menentukan tingkat kemajuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Penyusunan standar tertentu yang bertalian dengan konstruksi dan keadaan yang aman dari peralatan industri, Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau alat pelindung diri. Dengan adanya standar K3 yang baik dan maju akan menentukan tingkat kemajuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3. Inspeksi / Pengawasan.
Pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemeriksaan dan pengujian terhadap keadaan tempat kerja, mesin, pesawat, alat dan instalasi, sejauh mana masalah ini masih memenuhi ketentuan dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemeriksaan dan pengujian terhadap keadaan tempat kerja, mesin, pesawat, alat dan instalasi, sejauh mana masalah ini masih memenuhi ketentuan dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
4. R i s e t.
Riset dapat meliputi antara lain : teknis, medis, psychologis dan statistik, yang dimaksudkan untuk menunjang tingkat kemajuan bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai perkembangan ilmu pengetahuan teknik dan teknologi.
Riset dapat meliputi antara lain : teknis, medis, psychologis dan statistik, yang dimaksudkan untuk menunjang tingkat kemajuan bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai perkembangan ilmu pengetahuan teknik dan teknologi.
5. Pendidikan dan Latihan.
Dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran akan arti pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja, disamping meningkatkan kualitas pengetahuan dan ketrampilan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran akan arti pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja, disamping meningkatkan kualitas pengetahuan dan ketrampilan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
6. P e r s u a s i.
Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara pribadi dengan tidak menerapkan dan memaksakan melalui sangsi – sangsi.
Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara pribadi dengan tidak menerapkan dan memaksakan melalui sangsi – sangsi.
7. A s u r a n s i.
Dapat diterapkan
misalnya dengan cara premi yang lebih rendah terhadap perusahaan yang memenuhi
syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tingkat kekerapan (FR) dan
Keparahan kecelakaan (SR) yang rendah di perusahaannya. Penanganan masalah
kecelakaan kerja juga didukung oleh adanya UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja. Berdasarkan UU ini, jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek)
adalah perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan uang sebagai pengganti
sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
dari suatu peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, tua dan meninggal dunia.
Jamsostek kemudian
diatur lebih lanjut melalui PP No. 14/1993 mengenai penyelenggaraan jamsostek
di Indonesia. Kemudian, PP ini diperjelas lagi dengan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. PER-05/MEN/1993, yang menunjuk PT. ASTEK (sekarang menjadi PT.
Jamsostek), sebagai sebuah badan (satu-satunya) penyelenggara jamsostek secara
nasional. Sebagai penyelenggara asuransi jamsostek, PT. Jamsostek juga
merupakan suatu badan yang mencatat kasus-kasus kecelakaan kerja termasuk pada
proyek-proyek konstruksi melalui pelaporan klaim asusransi setiap kecelakaan
kerja terjadi. Melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-196/MEN/1999,
berbagai aspek penyelenggaraan program jamsostek diatur secara khusus untuk
para tenaga kerja harian lepas, borongan, Tantangan Masalah Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia dan perjanjian kerja waktu
tertentu, pada sektor jasa konstruksi. Karena pekerja sektor jasa konstruksi
sebagian besar berstatus harian lepas dan borongan, maka KepMen ini sangat
membantu nasib mereka. Para pengguna jasa wajib mengikutsertakan
pekerja-pekerja lepas ini dalam dua jenis program jamsostek yaitu jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Apabila mereka bekerja lebih dari 3
bulan, pekerja lepas ini berhak untuk ikut serta dalam dua program tambahan lainnya
yaitu program jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan.
PENUTUP
Dari uraian mengenai
berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada penyelenggaraan konstruksi
di Indonesia, dapat diambil kesimpulan bahwa bebagai masalah dan tantangan yang
timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf kualitas hidup sebagian besar
masyarakat. Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi Indonesia, lebih dari 50%
di antaranya hanya mengenyam pendidikan maksimal sampai dengan tingkat Sekolah
Dasar. Mereka adalah tenaga kerja lepas harian yang tidak meniti karir
ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar adalah para tenaga kerja
dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa konstruksi akibat dari
keterbatasan pilihan hidup.
Permaslahan K3 pada jasa
konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja berkarakteristik demikian, tentunya
tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang umum dilakukan di negara maju.
Langkah pertama perlu segera diambil adalah keteladanan pihak Pemerintah yang
mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga “the biggest owner.” Pihak pemilik
proyek lah yang memiliki peran terbesar dalam usaha perubahan paradigma K3
konstruksi. Dalam penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi yang didanai oleh
APBN/APBD/Pinjaman Luar Negeri, Pemerintah antara lain dapat mensyaratkan
penilaian sistem K3 sebagai salah satu aspek yang memiliki bobot yang besar
dalam proses evaluasi pemilihan penyedia jasa. Di samping itu, hal yang
terpenting adalah aspek sosialisasi dan pembinaan yang terus menerus kepada seluruh
komponen Masyarakat Jasa Konstruksi, karena tanpa program-program yang bersifat
partisipatif, keberhasilan penanganan masalah K3 konstruksi tidak mungkin
tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Warta Ekonomi, ”K3 Masih Dianggap Remeh,” 2 Juni 2006
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 174/MEN/1986-104/KPTS/1986: ”Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.”
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 384/KPTS/M/2004 ”Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan.”
Hinze, J., and Bren, K. (1997). “The Causes of Trenching Related Fatalities and Injuries,” Proceedings of Construction Congress V: Managing Engineered Construction in Expanding Global Markets, ASCE, pp 389-398.
Keppres RI No.22 Tahun 1993 ”Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.”
King, R.W. and Hudson, R. (1985). “Construction Hazard and Safety Handbook: Safety.” Butterworths, England.
Occupational Safety and Health Administration (Revisi 2000). “Occupational Safety and Health Standards for the Construction Industry” (29 CFR Part 1926) – U.S. Department of Labor.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 “Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.”
Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1993 “Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.”
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 174/MEN/1986-104/KPTS/1986: ”Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.”
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 384/KPTS/M/2004 ”Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan.”
Hinze, J., and Bren, K. (1997). “The Causes of Trenching Related Fatalities and Injuries,” Proceedings of Construction Congress V: Managing Engineered Construction in Expanding Global Markets, ASCE, pp 389-398.
Keppres RI No.22 Tahun 1993 ”Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.”
King, R.W. and Hudson, R. (1985). “Construction Hazard and Safety Handbook: Safety.” Butterworths, England.
Occupational Safety and Health Administration (Revisi 2000). “Occupational Safety and Health Standards for the Construction Industry” (29 CFR Part 1926) – U.S. Department of Labor.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 “Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.”
Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1993 “Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.”
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.
Comments
Post a Comment